Sabtu, 22 Desember 2012

Krisis Dalam Keluarga Kristen

Nara Sumber: Pdt. Dr. Paul Gunadi
Play Audio
Abstrak:
Krisis dapat melanda seseorang tanpa pandang bulu termasuk juga keluarga Kristen, walaupun ada sebagian orang yang mencoba menyangkali dan berkata bahwa, “Kami tidak akan mengalami krisis karena kami di dalam Tuhan.” Pernyataan ini kurang tepat, kita mesti belajar bagaimana memahami krisis secara tepat menurut kebenaran Firman Tuhan.


Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Krisis Dalam Keluarga Kristen". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

Lengkap:
GS : Pak Paul, ternyata krisis melanda seseorang tanpa pandang bulu termasuk juga keluarga Kristen, walaupun ada sebagian orang yang mencoba menyangkali dan berkata bahwa, "Kami tidak akan mengalami krisis karena kami di dalam Tuhan". Pandangan-pandangan seperti ini sebenarnya bagaimana ?
PG : Sudah tentu betapa indahnya hidup kalau kita tidak harus terkena masalah atau krisis. Namun itulah yang menjadi kenyataan hidup bahwa selama kita masih hidup dalam dunia juga tidak sempurn dan terutama kita pun juga tidak sempurna maka tidak bisa tidak adakalanya krisis muncul, masalah besar datang dan kita harus menghadapinya.

Kenyataan bahwa kita adalah anak Tuhan, tidak berarti bahwa kita akan dibebaskan Tuhan sepenuhnya dari masalah-masalah besar itu. Jadi tidak ada janji Tuhan yang mengatakan bahwa kalau kita percaya kepada Tuhan, mengakui Yesus sebagai Juruselamat kita dan hidup taat sesuai dengan kehendak-Nya maka pastilah kita akan dibebaskan selalu dari segala jenis krisis, tidak ada janji Tuhan seperti itu. Bahkan nanti kita juga akan lihat bahwa anak-anak Tuhan di dalam Firman-Nya, adalah anak-anak yang harus menghadapi krisis di tengah-tengah mereka.
GS : Sebenarnya yang disebut krisis itu yang seperti apa, Pak Paul ?
PG : Jadi krisis adalah sebuah masalah yang besar yang menimpa kita. Sebenarnya masalah menjadi sebuah krisis kalau kita gagal beradaptasi dengan masalah tersebut dan sewaktu masalah muncul menntut kita untuk mengadakan perubahan atau penyesuaian, supaya kita dapat mengatasinya atau setidaknya hidup dengan masalah tersebut.

Kalau kita gagal memberi respon yang sesuai, beradaptasi seperti yang diharapkan atau yang diwajibkan maka krisis itu akan terjadi.
GS : Sebenarnya apakah Tuhan Yesus sendiri pernah mengalami krisis di dalam kehidupan-Nya?
PG : Menurut saya tidak, meskipun Dia pernah mengalami peristiwa-peristiwa yang berat sebelum penyaliban-Nya, misalnya beberapa kali Dia harus melarikan diri karena ada orang-orang yang ingin mmbunuh-Nya atau menangkap-Nya.

Memang ada waktu-waktu Dia harus keluar melarikan diri, dan beberapa kali Dia menghindar dari khalayak ramai karena makin banyak orang yang mengikuti Dia dan makin memancing reaksi marah dari pemuka agama saat itu sehingga misi yang belum terselesaikan itu akhirnya terhambat. Sehingga beberapa kali Tuhan keluar dari sergapan orang banyak itu. Dan kita tahu bahwa sebelum Tuhan disalibkan di taman Getsemani, Tuhan berdoa dengan begitu serius, dengan begitu penuh kesungguhan sehingga dikatakan peluhNya itu bertetesan seperti darah. Di situ kita melihat Tuhan harus bergumul tapi itu tidak menjadi krisis, karena apa ? Nanti kita akan belajar bahwa Tuhan berserah sepenuhnya. Dengan kata lain, Tuhan beradaptasi dengan masalah besar yang harus dihadapinya itu. Jadi sekali lagi sebuah masalah menimbulkan krisis di dalam hidup kita, bila kita tidak berhasil beradaptasi dengan tepat.
GS : Tapi bagaimana dengan tokoh-tokoh Alkitab yang lain, Pak Paul, baik di Perjanjian Lama maupun di Perjanjian Baru ?
PG : Di sini kita akan melihat bahwa sekurang-kurangnya ada tiga yang nanti kita akan fokuskan dengan lebih mendetail, yang menjelaskan kepada kita bahwa krisis itu dapat menimpa siapa saja dandalam setiap lini kehidupan.

Misalkan kita akan melihat krisis itu menerpa keluarga Daud, Yakub dan juga keluarga Naomi. Ini adalah contoh yang memang menonjol dari Firman Tuhan dan nanti kita akan membahas secara saksama, sekali lagi ini menunjukkan bahwa krisis dapat menerpa orang-orang yang mengasihi Tuhan dan yang taat kepada Tuhan, apakah Daud tidak taat ? Apakah Daud bukan anak Tuhan ? Apakah Yakub bukan anak Tuhan ? Apakah Naomi bukan anak Tuhan ? Kita tahu bahwa ketiganya adalah anak Tuhan tapi ketiganya hidup di dalam dunia yang tidak sempurna dan mereka pun juga bukan orang yang sempurna. Jadi di dalam ketidak sempurnaan ini kita kadang gagal beradaptasi dengan tepat, sehingga akhirnya masalah menjadi sebuah krisis.
GS : Dalam kasusnya Daud dan Yakub, Pak Paul, krisis itu timbul karena kesalahan yang mereka perbuat sendiri.
PG : Saya setuju, Pak Gunawan. Jadi dalam kasusnya Daud, kita tahu bahwa dia berzinah dengan Batsyeba, seharusnya karena dia juga manusia terdiri dari daging dan darah yang telah tercemar oleh osa, sewaktu dia berdosa dia mengakui dan meminta pengampunan Tuhan, apa pun konsekuensi yang harus ditanggungnya, biarlah dia bertanggungjawab.

Namun Daud beradaptasi dengan cara yang keliru, bukannya mengakui dosanya malahan menutupi dosanya dengan cara mengupayakan membunuh suami Batsyeba yaitu Uria. Dalam kasus Yakub, memang ini juga kesalahannya sendiri sebab dia sangat menyayangi Yusuf puteranya, terlalu menyayangi sehingga membuat saudara-saudaranya iri dan mereka merasa bahwa mereka tidak disayang oleh ayah mereka Yakub, begitu marahnya dan bencinya kepada Yusuf sehingga dalam suatu kesempatan mereka berusaha untuk membunuhnya. Jadi jelas kita melihat krisis yang nantinya melanda kedua anak Tuhan ini awalnya adalah akibat perbuatan atau kesalahan mereka sendiri.
GS : Tetapi dalam mengambil keputusan, baik Daud maupun Yakub, mereka merasa bahwa keputusan mereka itu sudah benar.
PG : Sudah tentu dalam pemikiran manusia, apa yang dilakukan itu benar tapi saya kira dalam kasus seperti Daud, sebenarnya dia tahu kalau dia telah berbuat sesuatu yang sangat salah di mata Tuhn karena dia tahu bahwa dia tidak boleh berzinah dan yang kedua dia tidak boleh mengatur pembunuhan orang yang tidak bersalah sama sekali.

Tapi sekali lagi karena dia manusia berdosa maka dalam kondisi terjepit dia malah menutupi dosanya, membungkam teguran Tuhan dan bersikeras untuk melakukan yang dianggap oleh dirinya dapat menyelamatkan dirinya itu. Dalam kasus Yakub kemungkinan besar Yakub itu tidak begitu menyadari perasaannya, seharusnya Yakub dari awal-awal sudah melihat bahwa saudara-saudara Yusuf atau anak-anaknya yang lain begitu membenci Yusuf. Ini sebetulnya sudah memberikan dia lampu kuning bahwa jangan lagi dia terlalu melimpahkan kasih sayang yang begitu mencolok sehingga nanti yang menjadi korban bukankah anaknya sendiri yaitu si Yusuf itu sendiri. Memang di sini kita melihat, dua orang ini karena kelalaiannya, karena kekerasan hatinya akhirnya menimbulkan masalah dalam hidup mereka sendiri. Tapi krisis itu tidak selalu timbul akibat perbuatan sendiri. Dalam kasus Naomi, jelas-jelas keluarganya mengalami bencana besar di tanah kelahirannya di Betlehem, karena adanya kelaparan mereka harus pindah ke tanah Moab dan di sanalah dia kehilangan suaminya, Elimelekh dan kemudian kehilangan lagi Kilyon dan Mahlon mungkin karena sakit penyakit, dan ini benar-benar diluar dari kendali Naomi.
GS : Keputusan yang diambil oleh Elimelekh, sebenarnya merupakan pemicu dari krisis yang dialami oleh Naomi, Pak Paul?
PG : Sebetulnya Elimelekh atau keluarga Naomi berikhtiar untuk meninggalkan tanah Betlehem karena memang ingin menyelamatkan diri dari bencana kelaparan, bagi saya ini bukanlah hal yang salah.Kita juga melihat dalam Perjanjian Lama, Abraham juga pernah pergi mencari kehidupan yang lebih baik, Ishak juga pernah harus meninggalkan tempatnya, kita juga tahu Yakub juga meninggalkan keluarga mertuanya Laban dan kembali lagi ke tanah yang Tuhan janjikan.

Jadi kita melihat adakalanya karena bencana atau masalah maka kita harus pindah tempat, itu bukanlah sebuah tindakan yang salah, itu adalah tindakan yang bertanggungjawab, dia ingin memastikan bahwa keluarganya dapat hidup dengan layak.
GS : Tapi di dalam kelemahan kita dan ketidaktahuan kita akan masa depan, kita bisa saja mengambil sebuah keputusan yang keliru seperti Daud, Yakub maupun Elimelekh.
PG : Dalam keterbatasan kita untuk mengetahui apa itu yang menjadi rencana Tuhan, kadang kita bisa keliru menafsir perintah Tuhan namun yang akan memancing munculnya krisis dalam hidup kita adlah kalau kita sudah tahu bahwa ini tidak benar tapi kita tetap melakukannya.

GS : Kedua-duanya itu bisa menjadi pemicu munculnya krisis di dalam kehidupan.
PG : Saya kira dua-duanya bisa, Pak Gunawan.

GS : Dan itu pengaruhnya kepada kita sendiri atau kepada seluruh keluarga ?
PG : Saya kira seringkali waktu peristiwa itu terjadi yaitu krisis itu menimpa kita, jarang sekali bisa terbatasi hanya pada satu orang namun pada akhirnya krisis itu berkelanjutan sehingga memuat yang lain-lainnya terkena dampaknya.

Kita tahu dalam kasus Daud dan Yakub, krisis itu meledak menjadi krisis besar dan Yakub selama belasan tahun atau mungkin puluhan tahun hidup dalam penderitaan karena beranggapan bahwa putranya Yusuf telah meninggal dunia. Itu sebabnya waktu dia akhirnya bertemu Yusuf, dan waktu dia bertemu dengan Firaun dia berkata, "Hari-hariku atau hidupku penuh dengan derita," dia tidak bisa lagi berkata bahwa dia telah menikmati suatu kehidupan yang tentram dan sejahtera. Demikian juga dengan Daud, pada akhirnya masalahnya meledak sehingga puteranya melakukan hal yang tidak diperkenankan oleh Tuhan yakni memperkosa adiknya dan kemudian si kakak Absalom membunuh adiknya Amnon dan akhirnya Absalom memberontak kepada Daud. Akhirnya krisis itu menerpa lebih banyak orang dan bukan hanya diri kita.
GS : Tapi sebaliknya dengan Naomi, Pak Paul, dimana akhirnya Naomi pulang bersama-sama dengan Rut. Itu menjadi sesuatu yang baik.
PG : Dari sini kita bisa simpulkan bahwa krisis seburuk apa pun itu, ataukah itu disebabkan oleh perbuatan kita atau di luar kendali kita. Dalam kedaulatan Tuhan dalam keMahakuasaan Tuhan, kriss dipakai oleh-Nya untuk memperlengkapi rencana-Nya.

Alkitab dengan jelas memaparkan bahwa apa pun penyebab krisis pada akhirnya Tuhan memakai krisis untuk menjalankan dan menggenapi rencana-Nya, dengan kata lain, tidak ada sesuatu pun yang dapat menghalangi rencana Allah. Semua hal termasuk krisis dipakai Tuhan untuk menjalankan dan menggenapi rencana-Nya, misalnya dalam krisis pada keluarga Daud lahirlah Salomo yang Tuhan tunjuk untuk membangun rumah bagi Tuhan. Dan dari krisis pada keluarga Yakub, Tuhan memakai ini untuk membawa Yusuf ke Mesir untuk menjadi penolong, memelihara umat Israel pada masa kelaparan. Dan dari krisis pada keluarga Naomi, Tuhan mendatangkan Rut ke Betlehem dan akhirnya menikah dengan Boas dan dari Boas akhirnya lahirlah Raja Daud, dan dari Raja Daud akhirnya lahirlah Tuhan kita Yesus Kristus.
GS : Jadi sebenarnya kalau krisis itu menimpa kita sebagai orang-orang beriman kepada Tuhan Yesus, maka kita boleh berharap bahwa apa pun yang terjadi nantinya ini akan membawa kebaikan bagi diri kita.
PG : Dengan kata lain, di dalam anugerah Tuhan, di dalam kebaikan hati Tuhan apa pun itu dapat dipakai Tuhan untuk menunjukkan kebaikan-Nya, itulah yang terjadi. Meskipun salah tapi tetap pada khirnya kebaikanlah yang nantinya dicicipi dari dalam kehidupannya.

Meskipun Yakub salah, tapi pada akhirnya itu dipakai juga untuk mendatangkan kebaikan namun memang dalam perjalanannya, sudah tentu mereka tidak lepas dari konsekuensi. Tadi saya sudah singgung, Daud juga harus menderita dan melarikan diri dan dia dikejar oleh puteranya sendiri, pemberontakan terjadi, anaknya saling bunuh, putrinya diperkosa oleh anaknya. Jadi benar-benar menyakitkan. Jadi kita tidak boleh berkata, "Karena nanti Tuhan bisa pakai krisis, maka kita hidup sembarangan saja karena nantinya Tuhan itu baik hati." Jangan seperti itu, sebab akan ada konsekuensi yang harus dipikul akibat perbuatan kita itu.
GS : Sebenarnya krisis itu bekerja dengan suatu pola tertentu atau bervariasi atau bagaimana, Pak Paul?
PG : Ada beberapa yang bisa kita kenali, Pak Gunawan, untuk kita mencoba mengenali kinerja krisis. Yang pertama adalah krisis bisa datang sekonyong-konyong, tapi juga dapat datang perlahan-lahan. Dalam kasus Daud, krisis bermula sewaktu dia berdosa dengan Batsyeba dan membunuh suaminya, Uria, perlahan namun pasti krisis melanda keluarganya. Amnon putra Daud memperkosa Tamar, putri Daud. Absalom saudara kandung Tamar membalas dan membunuh Amnon kemudian Absalom melarikan diri dan setelah kembali memberontak melawan Daud dan nyaris menggulingkan takhta Daud. Misalnya dalam kasus Yakub secara berlahan krisis berawal sewaktu dia memberikan perhatian berlebih kepada Yusuf puteranya dan mengabaikan anak-anaknya yang lain, setelah Yusuf keluar maka mulailah krisis dalam keluarga Yakub yang berlangsung belasan atau mungkin lebih dari puluhan tahun. Namun dalam krisis Naomi, krisis datang sekonyong-konyong, Elimelekh akhirnya sakit dan meninggal, Mahlon sakit kemudian meninggal, Kilyon juga seperti itu tidak ada tanda-tanda kemudian meninggal. Jadi dalam waktu 10 tahun, Naomi menjadi seorang janda sebatangkara, sedangkan sepuluh tahun sebelumnya dia adalah seorang istri atau ibu dari dua anak. Jadi semua itu datang secara tiba-tiba. Jadi kita bisa kenali krisis itu datang secara mendadak, tapi juga bisa datang secara perlahan. Sudah tentu yang dapat kita kenali dan kita kendalikan adalah yang datangnya perlahan. Sewaktu krisis mulai muncul maka jangan didiamkan, kita harus beradaptasi atau memberi respon yang sesuai dengan cara dan kehendak Tuhan.

GS : Kalau kita tahu ada krisis yang mendadak bukan hanya dalam kasusnya Elimelekh sekeluarga tapi juga misalnya seperti Ayub yang dalam sekejap kesehatannya, harta bendanya anak-anaknya habis, ini berarti kita harus tetap siap Pak Paul, baik krisis itu datangnya tiba-tiba atau perlahan-lahan.
PG : Sudah tentu kita harus bersiap secara rohani, misalkan kita ini bersiap untuk selalu hidup dekat dengan Tuhan, hidup taat kepada Tuhan untuk hal-hal yang kecil, karena seringkali dalam menhadapi krisis yang besar Tuhan menuntut kita untuk mengadakan perubahan yang besar pula, Pak Gunawan.

Perubahan yang besar itu sudah tentu mengharuskan kita untuk menaati Tuhan dan percaya kepada-Nya. "Yang penting mengikuti jalan-Nya" namun bagaimanakah kita bisa siap untuk melakukan perubahan yang besar kalau kita jarang bersiap menaati Tuhan untuk melakukan perubahan yang kecil-kecil itu. Jadi semuanya dimulai dari hal yang kecil, sebagai contoh waktu Daniel dan ketiga sahabatnya diminta oleh raja Nebukadnezar di Babilonia untuk memakan makanan kerajaan yang tidak diperkenankan oleh Firman Tuhan, dari hal sekecil itu, sudah menunjukkan ketaatan mereka kepada Tuhan di atas tuntutan dari raja. Mereka menolak dan dengan bijak mereka berkata, "Silakan uji coba kami, kami akan makan makanan yang diperkenan oleh Tuhan kami dan kami tidak mau makan makanan yang ditetapkan oleh raja." Karena mereka bijak, mereka menggunakan cara itu dan si juru makanan melihat "Benar ya, mereka lebih sehat walaupun tidak makan makanan yang ditetapkan oleh raja," sehingga akhirnya dia setuju tidak memberikan makanan yang ditetapkan oleh Raja Nebukadnezar. Di sini kita melihat bahwa waktu mereka itu dituntut untuk beradaptasi misalnya untuk taat dalam hal yang relatif kecil, mereka taat maka mereka sanggup untuk menaati Tuhan sewaktu hal yang lebih besar terjadi, misalkan waktu mereka diminta untuk menyembah patung yang dibuat oleh Raja Nebukadnezar. Atau waktu Daniel sudah diangkut di kerajaan Media Persia dan akhirnya harus dijebloskan ke dalam lobang yang banyak singanya oleh karena dia menolak untuk menyembah raja. Di sini kita melihat bahwa mereka dapat beradaptasi menghadapi krisis yang besar itu dengan taat kepada kehendak Tuhan, sebab sekali lagi dalam hal-hal kecil mereka telah taat karena ini yang diperlukan.
GS : Kadang-kadang awalnya krisis itu berjalan dengan perlahan, tetapi kalau kita keliru mengantisipasi krisis itu maka krisis itu akan cepat tumbuh, Pak Paul?
PG : Saya setuju, Pak Gunawan. Jadi seringkali kalau kita tidak menanganinya dengan baik, entah itu kita membiarkannya atau mengabaikannya maka krisis akan berkembang biak dan akhirnya menindihkita dan kalau sudah besar bukankah akan semakin sulit untuk kita bisa menghadapinya.

Maka sewaktu krisis muncul apa pun yang kita harus lakukan, maka lakukanlah tindakan yang sesuai dengan tindakan Tuhan.
GS : Apakah krisis itu terkait dengan dosa, Pak Paul?
PG : Ternyata tidak selalu, adakalanya krisis berisikan dosa tapi adakalanya juga tidak. Misalkan dalam kasus Daud memang terlihat ada unsur dosa, Daud itu berzinah dan Daud mengatur pembunuhan suami Batsyeba.

Dalam kasus Yakub terdapat unsur ketidakbijaksanaan Yakub, saya tidak berani berkata bahwa Yakub itu berdosa waktu lebih memprioritaskan Yusuf. Yang pasti adalah dia tidak bijaksana, menunjukkan kasih berlimpah kepada Yusuf sedangkan kepada anak-anaknya yang lain tidak. Dalam kasus Naomi secara pribadi saya tidak melihat adanya unsur dosa, keputusan untuk pindah adalah hal yang wajar dalam kondisi kelaparan. Jadi tidak benar menuduh orang yang dilanda krisis sebagai orang yang tengah dihukum Tuhan karena dosanya, belum tentu itulah kasusnya. Salah satu contoh lain adalah Ayub, Ayub tidak berdosa maka akhirnya Ayub dibela oleh Tuhan karena Ayub memang tidak berdosa tapi Tuhan mengizinkan peristiwa-peristiwa buruk itu menimpanya dan akhirnya melumpuhkan Ayub.
GS : Tapi sekali pun tidak disebabkan oleh dosa, Pak Paul, dalam kasusnya Naomi, dia menyadari bahwa itu adalah sebuah dosa sehingga dia berkata, "Saya jangan lagi kau panggil Naomi tetapi panggil saya Mara."
PG : Naomi adalah manusia yang tidak sempurna atau kuat maka luput melihat bahwa ada kasih Tuhan, ada kebaikan Tuhan, ada rencana Tuhan yang memang tidak dimengertinya saat itu. Jadi dari sudutkemanusiaannya, Naomi melihat kemalangan ini sebagai pukulan Tuhan, entah mengapa Naomi beranggapan bahwa Tuhan sedang menghajarnya, memarahinya atau menghukumnya.

Padahalnya tidak demikian, dalam hal ini Ayub memang lebih benar, waktu teman-temannya menuduh bahwa dia bersalah dan berdosa Ayub tetap mengatakan bahwa saya tidak berdosa, dan itulah yang nantinya Tuhan juga konfirmasi.
GS : Pak Paul, kalau jelas-jelas krisis itu timbul akibat dosa bagaimana?
PG : Kalau jelas itu bermuatan dosa, maka bila tidak diakui dan tidak dibereskan maka dosa cenderung beranak pinak dan menjadi lebih parah. Jadi mesti diakui dan dibereskan. Misalnya dalam kasu Daud, dia tidak mengakui dosa perzinahan malah menutupinya dengan pembunuhan.

Misalkan yang lain juga yaitu dia tidak pernah menghukum Absalom yang membunuh Amnon atau tidak menghukum Amnon yang memperkosa Tamar. Jadi Daud memang luput dan gagal untuk bertindak membiarkan dosa merajalela dan akhirnya dosa-dosa itu makin membesar. Demikian pula dengan Yakub, ia tidak mendisiplin anak-anaknya dalam hal yang lain seperti membunuh Sikhem yang memperkosa putrinya Yakub yaitu Dina. Jadi Yakub membiarkan dan pada akhirnya mereka menjadi lebih buas dan lebih beringas, sehingga Yusuf ditangkap hendak dibunuh kemudian dibuang menjadi budak dan harus menjalani hidup penuh derita selama berbelasan tahun. Jadi di sini tidak bisa tidak, kita melihat bahwa akibat dosa itu fatal yakni keluarga tercerai berai dan hidup hancur.
GS : Tapi pada waktu itu saya percaya baik Daud maupun Yakub tidak terlalu sadar kalau dampaknya akan seperti itu, Pak Paul?
PG : Karena memang pada saat itu Daud hanya memunyai satu minat, pada saat dia berdosa dia ingin dibebaskan atau lepas dari konsekuensi dosa itu. Kenapa dia tidak bertindak terhadap Amnon yang emperkosa Tamar dan malah membiarkannya, bisa jadi karena dia sendiri merasa bersalah waktu melihat anaknya menjadi seperti ini.

Mungkin sekali integritas sudah hilang, menurunkan wibawa dan mengurangi kuasa atau power untuk mendisiplin anak-anaknya. Sehingga waktu Absalom berbuat tidak benar membunuh Amnon, Daud tetap diam saja sehingga kekacauan makin merajalela dalam keluarganya.
GS : Jadi sebenarnya krisis yang dibiarkan itu akan terus beranak pinak dan akan menjadi semakin berat bagi orang itu atau orang-orang lain disekitarnya, Pak Paul ?
PG : Satu hal yang mesti kita sadari bahwa keputusan apa pun yang kita buat pasti keputusan yang menuntut harga, tidak ada jalan yang mudah untuk menghadapi krisis dan harus dibayar dengan maha, tapi harus dilakukan misalkan tadi kita berbicara tentang Daud, kalau dia akui dosanya bahwa dia telah berzinah dengan Batsyeba mungkin dia harus membayar harga yang mahal yaitu harus turun dari tahtanya dan sebagainya, tapi setidak-tidaknya dosa itu dibereskan sehingga tidak beranak pinak.

Jadi waktu kita menghadapi krisis yang besar dimana kita harus mengambil keputusan yang juga menuntut pengorbanan, kita harus berani melakukannya, semakin banyak dan menunda-nunda atau makin lama membiarkan, maka makin berkembanglah masalah itu.
GS : Sebelum mengakhiri perbincangan ini mungkin ada ayat Firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan ?
PG : Saya akan bacakan dari Roma 8:28-29, "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang erpanggil sesuai dengan rencana Allah.

Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya." Di sini kita bisa melihat bahwa Tuhan akan melakukan apa saja dengan kuasa-Nya sehingga meski buruk yang kita lakukan, meski berat akibat yang harus kita tanggung tapi Tuhan nanti Tuhan dapat memakainya untuk menggenapi rencana-Nya. Dan berdasarkan ayat 29 itu kita juga mau memegang suatu kepastian yaitu Tuhan membiarkan hal itu terjadi yaitu krisis melanda hidup kita supaya pada akhirnya kita menjadi lebih serupa dengan Tuhan kita Yesus Kristus. Jadi Tuhan sangat-sangat tertarik dengan pembentukan karakter kita.
 
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan kali ini, tapi kita masih akan melanjutkan perbincangan tentang krisis ini pada kesempatan yang akan datang. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Krisis Dalam Keluarga Kristen". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Geither Live